Indo1 Nasional – Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan sikap dalam rangka memperingati Hari Anti korupsi Sedunia, 9 Desember. Puan mengatakan korupsi merupakan penghalang usaha kita membangun Indonesia Maju yang produktif, efisien, dan inovatif.
Menurut Ia, upaya menghilangkan korupsi diperlukan sebuah tindakan pencegahan yang memadai, bukan dari banyaknya berapa koruptor yang ditangkap.
“Perlu dipahami bahwa keberhasilan gerakan antikorupsi tidak diukur dari seberapa banyak orang yang ditangkap dan dipenjara, tetapi berdasarkan nihilnya orang yang menjalankan tindak pidana korupsi. Oleh sebab itu, perlu sebuah sistem yang mampu mencegah upaya korupsi,” kata Puan dalam keterangan, Senin 9 Desember 2019.
Puan menyebut, upaya pencegahan bisa dilakukan dengan menghilangkan metode tatap muka, sehingga muncul kebijakan seperti penerapan e-tilang, e-samsat, e-procurement, e-budgeting, dan e-planning.
“Langkah tersebut harus terus dilakukan disertai kebijakan memangkas regulasi atau debirokrasi untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik menjadi sederhana, cepat, transparan, sehingga tidak ada relevansi menyuap,” ujar Politisi PDI Perjuangan itu.
Namun, Puan mengakui kebijakan ini belum sepenuhnya berhasil mampu mencegah tindak pidana korupsi. Karena aksi pencegahan ini ada di hilir. Padahal perilaku koruptif yang lebih berbahaya ada di hulu, berupa korupsi kebijakan.
Untuk itu DPR meminta Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, di mana KPK menjadi koordinator agar lebih diperkuat.
“DPR mendukung upaya-upaya pencegahan tindak pidana korupsi dengan menerapkan prinsip DPR terbuka, transparan, dan akuntabel,” papar Puan.
Lebih lanjut, Puan menegaskan, DPR sangat terbuka, sehingga publik bisa mengakes semua informasi dan seluruh proses yang sedang dan sudah berlangsung di DPR ketika sedang menjalankan fungsinya, anggaran, legislasi dan pengawasan. Semua proses dilakukan secara terang benderang sehingga publik bisa langsung mengawasi.
”DPR juga akan membangun sistem untuk mengurangi penyalahgunaan mekanisme lobi, khususnya ketika menjalankan fungsi legislasi sehingga lobi-lobi yang terjadi dalam penyusunan Undang-Undang tidak berpotensi menimbulkan tindakan korupsi,” Tutur Ketua DPR-RI menutup(tw/i1*).