Indo1 – Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin telah meminta peran aktif ulama Islam dan tokoh-tokoh agama dalam memerangi Covid-19, bahkan di awal sambutannya, Ma’ruf mengaku bicara tidak hanya atas nama pemerintah, tapi juga sebagai sahabat dari para ulama dan kiai. Hal itu diungkapannya dalam pertemuan virtual dengan para ulama dan tokoh agama Islam Indonesia Senin (12/7/2021).
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Herryansyah.S. Sos, MBA mengungkapkan apresiasinya terhadap ajakan wapres Ma’ruf Amin.
” Ajakan itu bagus tapi kurang efektif jika hanya Wapres Maruf Amin yang bicara. Untuk hadapi ganasnya Covid-19, saatnya tepat bagi Jokowi penuh “ketawadluan” merajut rekonsiliasi hubungan dengan para tokoh-tokoh muslim ulama, romo yai, habaib, tengku, ajengan berbasis kultural yang selama ini dianggap “berseberangan” dengan pemerintah, terutama pasca pilpres dan penahanan HRS ( Habib Rizieq Shihab) yang oleh sebagian kelompok Islam dianggap sebagai “kezaliman”.
Pasifnya peran ulama dan tokoh agama lainnya, berimbas terhadap “cueknya” akar rumput bahkan mengarah pada “pembangkangan” terhadap segala kebijakan pemerintah dalam menangani. wabah covid 19,
‘Buah’ dari pembiaran pembelahan, manajemen konflik yang masih tersisa pasca pilpres 2019, perang buzzer sosmed, serta proses rekonsiliasi yang tidak tuntas sampai ke akar rumput , dan hanya bersifat elitis dilevel politik eksekutif dan legislatif.
Toh finally dirasakan saat ini ketika pemerintah membutuhkan dukungan rakyat dalam mengikuti himbauan dan kebijakan pemerintah menghadapi serangan covid-19, “ujar Herryansyah dalam perbincangan Senin (19/7l) di Depok.
Herry menjelaskan bahwa dalam menghadapi pandemi ini dibutuhkan kerjasama yang harmonis ‘umaro’ dan ” ulama’ serta elemen masyarakat lainnya, jika pemerintah dan bangsa ini tidak ingin terjebak dalam keadaan tidak menentu situasi pandemi yang bisa berefek krisis multidimensi.
“Saya jujur merasa kasian dan sedih melihat Pak Jokowi dan pemerintah seperti “ngos-ngosan” berjalan sendirian berusaha keras menelurkan berbagai kebijakan memerangi Covid 19.
Tapi disisi lain ada oknum-oknun dilingkarannya berpolitik “ndablek” , tidak ada sense of crisis , dan terus memelihara “manajemen konflik & buying time” untuk menciptakan tembok jarak presiden dengan kelompok Islam baik ulama , romo yai, habaib, dan ajengan, dibanding menyatukan diantara mereka bersama, ditengah berpacunya waktu hadapi keganasan pandemi “jelas Herry.
Ia mengingatkan kembali proses rekonsiliasi ketika tsunami menerjang Aceh tahun 2004 silam.
“GAM yang berpuluh tahun bersenjata konflik dengan pemerintah dan sudah menimbulkan ribuan korban jiwa. Toh, bisa duduk bersama demi menyelesaikan persoalan kemanusiaan yang menimpa kedua belah pihak, tanpa rekonsialiasi mustahil penanganan pasca tsunami akan mudah dirasakan rakyat Aceh.
Apalagi cuma rekonsiliasi konflik pasca pilpres 2019 ditengah pandemiyang merenggut kesempatan hidup dan usaha jutaan orang.
Wabah Covid-19 ini ujian Tuhan, yang tidak serta merta solusi sekedar vaksin, prokes, PPKM dll dikedepankan. Kata kuncinya ada di Pancasila, meminta tolong Tuhan dan gotong-royong kerjasama seluruh elemen rakyat, ” kata Herry.