Sementara itu, pakar keamanan siber Ruby Alamsyah mengatakan bahwa data yang diduga diretas Jimbo merupakan data publik yang tidak hanya dimiliki oleh KPU, tetapi juga oleh partai politik.
Ruby menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memberikan data pribadi mereka kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Data-data itu kalau di-combine (dikombinasikan) dengan data breach (data retasan) atau kebocoran data-data sebelumnya bisa luar biasa bermanfaat bagi pihak-pihak yang bisa memanfaatkan itu, utamanya pelaku kejahatan siber,” ujar Ruby.
Ruby juga mengingatkan bahwa peretasan data KPU bukanlah hal yang baru. Pada tahun 2020, data sekitar 2,3 juta warga Indonesia yang berasal dari DPT 2014 juga bocor dan dibagikan di internet oleh seorang hacker yang tidak diketahui identitasnya.
“Peretasan data KPU ini menunjukkan bahwa kita masih perlu meningkatkan kewaspadaan dan perlindungan terhadap data pribadi kita. Jangan sampai data kita jadi komoditas bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” tutup Ruby.