Mengenal Ajaran Kapitayan: Mitos dan Kepercayaan Spiritual Jawa Kuno

  • Bagikan
Ilustrasi penganut paham Kapitayan, sebuah ajaran kuno nusantara. (Foto: Alifdotid)

Indo1.id – Ajaran Kapitayan adalah salah satu kepercayaan spiritual tertua yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa, yang dipercaya telah ada sebelum masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia.

Kepercayaan ini sering diidentifikasi sebagai “agama kuno Jawa” atau “agama monoteis leluhur” yang berbeda dari Kejawen, yang bersifat non-monoteistik.

Etimologi dan Terminologi
Kata “Kapitayan” berasal dari bahasa Jawa Kuno, dengan kata dasar “Taya” yang berarti “tak terbayangkan”, “tak terlihat” atau “mutlak”.

Baca Juga :  Pohon Kaboa, Tanaman Langka Terkait dengan Prabu Siliwangi, Menghiasi Leuweung Sancang, Garut

Dalam bahasa Sunda, kata “taya” memiliki arti “tidak ada” atau “tiada”. Kapitayan dapat digambarkan sebagai ajaran yang memuja atau menyembah Taya atau Sang Hyang Taya, yang merujuk kepada entitas yang tak terbayangkan dan tak terlihat.

Prinsip Keagamaan
Dalam Kapitayan, Tuhan disebut Sang Hyang Taya, yang berarti “suwung” (kosong).

Tuhan dalam ajaran ini bersifat abstrak dan tidak bisa digambarkan. Sang Hyang Taya diartikan sebagai “tan keno kinaya ngapa”, yang tidak dapat dilihat, dipikirkan, atau dibayangkan.

Baca Juga :  Mengenal Keluarga Rothschild, Dinasti Perbankan yang Berpengaruh di Dunia

Praktik Ibadah
Praktik ibadah dalam Kapitayan tidak banyak diketahui secara detail, namun diyakini bahwa para penganutnya melakukan ritual yang sederhana dan tidak melibatkan banyak simbolisme atau upacara yang rumit.

  • Bagikan