3. Menggunakan Ramadhani dan Sanati
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā
Artinya,
“Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”
Kata “Ramadhani” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya.
Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas badal kata “hādzihi” yang menjadi mudhaf ilaihi dari “Ramadhani”.
4. Niat singkat
نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ
Nawaitu shauma Ramadhāna
Artinya,
“Aku berniat puasa bulan Ramadhan.”
5. Niat menurut kewajiban Ramadhan
نَوَيْتُ صَوْمَ الْغَدِ مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ عَنْ فَرْضِ رَمَضَانَ
Nawaitu shaumal ghadi min hādzihi
sanati ‘an fardhi Ramadhāna
Artinya,
“Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan.”
Semua macam bacaan diatas adalah sah asal dibaca dengan pelafalan dan susunan gramatikal bahasa Arab yang benar.
Pelafalan yang tampaknya sulit diterima menurut kaidah gramatikal bahasa Arab (nahwu) adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةُ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanatu lillāhi ta‘ālā
Hal ini dikarenakan kata “Ramadhani” sebagai mudhaf dan diakhiri dengan “sanatu” yang entah apa kedudukan gramatikalnya karena agak jauh ta’wilnya untuk ditarik ke arah mana pun. ***