Dulu, masyarakat hanya dapat mengakses informasi dan hiburan audiovisual melalui media konvensional, seperti televisi. Namun, sekarang setiap orang dapat memiliki salurannya sendiri melalui perangkat telekomunikasi masing-masing.
Muhammad Riza Hilmi dari Pandu Digital menyatakan bahwa “saat ini sudah sangat sulit untuk menjaga isi siaran dan konten yang tersebar, sehingga banyak konten negatif beredar” saat kegiatan literasi digital #MakinCakapDigital 2023 di Kalimantan pada Selasa (9/5/2023).
Salah satu konten negatif yang sering beredar adalah hoaks atau informasi palsu. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melarang beberapa jenis konten, termasuk konten yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan, pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan, yang dapat menyebabkan kerugian dan memicu kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
Menurut data Kominfo dan Daily Social, sebanyak 95% orang di Indonesia menggunakan media sosial dan sering kali berbagi informasi di sana. Namun, pengguna media sosial harus diingatkan untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya, serta menghindari informasi yang bersifat fitnah dan adu domba.
Menurut Dosen STMIK Primakara, Ni Luh Putu Ning Septyarini, pengguna media digital perlu membedakan berita atau informasi palsu yang mungkin beredar di sekitarnya dan memiliki sikap kritis dalam menimbang manfaat, kekurangan, kelebihan, dan argumen.
Beberapa cara untuk mengenali berita palsu, menurut beliau, termasuk mewaspadai judul yang provokatif dan mencari berita pembanding serta validasi sumbernya. Pengguna juga dapat memeriksa fakta di di situs turnbackhoax.id, dan pengguna juga bisa berpartisipasi melaporkan berita hoaks melalui aduankonten@mail.kominfo.go.id.