- F054952CEF20F0CD41E9111C0F7F3DC2

Berfikir Kritis Saat Menerima Informasi di Internet Sangat Penting

  • Bagikan
π΅π‘’π‘Ÿπ‘“π‘–π‘˜π‘–π‘Ÿ πΎπ‘Ÿπ‘–π‘‘π‘–π‘  π‘†π‘Žπ‘Žπ‘‘ π‘€π‘’π‘›π‘’π‘Ÿπ‘–π‘šπ‘Ž πΌπ‘›π‘“π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘ π‘– 𝑑𝑖 πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘’π‘‘ π‘†π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘‘ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 (πΌπ‘›π‘“π‘œπ‘—π‘Žπ‘‘π‘’π‘›π‘” π‘“π‘œπ‘‘π‘œ)

Indo1.id – Di era digital saat ini, sangat penting untuk berpikir kritis, terutama saat menerima informasi dari internet.

Internet yang semakin pesat pertumbuhannya telah mempermudah dan mempercepat akses informasi.

Meskipun kemajuan teknologi digital memberikan keuntungan, kita juga harus menyadari bahwa ada risikonya, sehingga penting untuk menguasai kecakapan digital, etika dan budaya, serta keamanan digital.

Menurut survei We Are Social dan HootSuite pada awal 2023, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 212,9 juta atau 77% dari total penduduk, yang menunjukkan betapa pentingnya literasi digital bagi masyarakat.

Namun, menurut Survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, dari tiga sub indeks Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia, sub indeks keahlian yang memiliki skor paling rendah, menurut data yang dirilis 2019.

Baca Juga :  Samsung T4501, Televisi dengan Resolusi HD Purecolor dan Hemat Daya!

Oleh karena itu, literasi digital menjadi semakin penting bagi pengguna internet di Indonesia.

Dulu, masyarakat hanya dapat mengakses informasi dan hiburan audiovisual melalui media konvensional, seperti televisi. Namun, sekarang setiap orang dapat memiliki salurannya sendiri melalui perangkat telekomunikasi masing-masing.

Muhammad Riza Hilmi dari Pandu Digital menyatakan bahwa “saat ini sudah sangat sulit untuk menjaga isi siaran dan konten yang tersebar, sehingga banyak konten negatif beredar” saat kegiatan literasi digital #MakinCakapDigital 2023 di Kalimantan pada Selasa (9/5/2023).

Baca Juga :  Inovasi Terkini Tentang Keunggulan Samsung Galaxy S24 Yang Akan Diluncurkan Tahun 2024

Salah satu konten negatif yang sering beredar adalah hoaks atau informasi palsu. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melarang beberapa jenis konten, termasuk konten yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan, pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan, yang dapat menyebabkan kerugian dan memicu kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Menurut data Kominfo dan Daily Social, sebanyak 95% orang di Indonesia menggunakan media sosial dan sering kali berbagi informasi di sana. Namun, pengguna media sosial harus diingatkan untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya, serta menghindari informasi yang bersifat fitnah dan adu domba.

Baca Juga :  OPPO Reno 11 F: Spesifikasi Unggulan untuk Pengalaman Mobile yang Lebih Cepat dan Lancar

Menurut Dosen STMIK Primakara, Ni Luh Putu Ning Septyarini, pengguna media digital perlu membedakan berita atau informasi palsu yang mungkin beredar di sekitarnya dan memiliki sikap kritis dalam menimbang manfaat, kekurangan, kelebihan, dan argumen.

Beberapa cara untuk mengenali berita palsu, menurut beliau, termasuk mewaspadai judul yang provokatif dan mencari berita pembanding serta validasi sumbernya. Pengguna juga dapat memeriksa fakta di di situs turnbackhoax.id, dan pengguna juga bisa berpartisipasi melaporkan berita hoaks melalui aduankonten@mail.kominfo.go.id.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan