Karena banyaknya organisasi kepramukaan di Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda melarang penggunaan istilah “padvinder” (Pramuka) di luar organisasi milik bangsa Belanda.
Hal ini mengakibatkan H Agus Salim memperkenalkan istilah “pandu/kepanduan” untuk organisasi kepramukaan pribumi.
Jumlah organisasi kepanduan terus bertambah hingga masa kemerdekaan, khususnya pada tahun 1960-an.
Pada tahun 1961, Presiden Soekarno mengusulkan penyatuan organisasi kepanduan menjadi satu organisasi dengan nama Pramuka.
Hal ini dilakukan dengan membentuk panitia yang terdiri dari 4 orang.
Pada tanggal 9 Maret, yang kemudian dikenal sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka, panitia tersebut bertambah menjadi lima orang.