Dalam waktu yang sangat singkat itu, Kaesang langsung diusulkan dan ditetapkan menjadi Ketua Umum PSI tanpa melalui proses seleksi atau pemilihan yang transparan dan demokratis.
Hal ini tentu sangat tidak adil bagi kader-kader PSI yang sudah lama bergabung dan berkiprah di partai tersebut.
Apa jadinya nasib kader-kader PSI yang sudah mengabdikan diri dan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, bahkan harta demi membesarkan partai tersebut?
Apa jadinya harapan kader-kader PSI yang ingin maju dan berkembang di partai tersebut?
Apa jadinya motivasi kader-kader PSI yang ingin berprestasi dan berkontribusi bagi partai tersebut?
Terpilihnya Kaesang sebagai Ketua Umum PSI juga menunjukkan bahwa partai tersebut tidak memiliki visi dan misi yang jelas dan konsisten.
Sejak awal berdiri pada tahun 2014, PSI mengklaim dirinya sebagai partai baru yang berbeda dari partai-partai lain.
PSI mengusung gagasan-gagasan progresif, seperti anti-dinasti politik, anti-politik uang, anti-politik identitas, anti-korupsi, pro-kesetaraan gender, pro-lingkungan hidup, pro-pendidikan, pro-kesehatan, pro-keadilan sosial, dan lain-lain.
Namun, dengan memilih Kaesang sebagai Ketua Umumnya, PSI seolah-olah menampik gagasan-gagasan tersebut.
Kaesang adalah putra dari Presiden Jokowi yang merupakan tokoh politik paling berpengaruh di Indonesia saat ini.
Kaesang juga adalah pengusaha sukses yang memiliki banyak usaha dan harta. Kaesang juga adalah selebriti yang memiliki banyak pengikut di media sosial.
Dengan kata lain, Kaesang adalah representasi dari dinasti politik, politik uang, dan politik popularitas yang selama ini dikritik oleh PSI.
Dengan demikian, terpilihnya Kaesang sebagai Ketua Umum PSI adalah bukti tidak jalannya kaderisasi di partai tersebut.
Hal ini juga menunjukkan ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan visi dan misi partai tersebut.
Hal ini tentu sangat disayangkan dan merugikan bagi PSI sendiri maupun bagi demokrasi di Indonesia.
Semoga PSI dapat segera memperbaiki diri dan kembali ke jalur yang benar.