Mitos dan Asal Usul Kota Trenggalek, Kota Gaplek yang Berawal dari Kisah Cinta dan Buaya Putih

  • Bagikan
Suasana malam di alun-alun trenggalek yang mempesona. (Foto: tempat.org)

Indo1.id – Trenggalek adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terkenal dengan julukan “Kota Gaplek”. Gaplek adalah makanan khas Trenggalek yang terbuat dari singkong yang dikeringkan dan digiling. Namun, tahukah Anda bagaimana asal usul nama Trenggalek itu sendiri?

Menurut beberapa sumber, nama Trenggalek berasal dari kata “teranging galih” yang berarti terangnya hati. Kata ini diberikan oleh Ki Ageng Sinawang, seorang tokoh penting dalam sejarah Trenggalek.

Ki Ageng Sinawang adalah pimpinan sebuah padepokan yang bernama Sinawang, yang terletak di wilayah barat Bumi Pardikan Sendang Kamulyan.

Ki Ageng Sinawang memiliki seorang istri bernama Raden Ayu Saraswati, yang merupakan putri satu-satunya dari Raja Majapahit.

Baca Juga :  Simak Mitos dan Manfaat Kayu Dewandaru, Pembawa Wahyu Dewa!

Raden Ayu Saraswati menderita penyakit aneh yang membuat tubuhnya mengeluarkan bau amis yang menyengat. Raja Majapahit sudah mencoba berbagai cara untuk menyembuhkan putrinya, namun tidak ada yang berhasil.

Akhirnya, atas saran Patih, Raja Majapahit memutuskan untuk mengirim putrinya ke padepokan Sinawang, dengan harapan bisa disembuhkan oleh Ki Ageng Sinawang.

Sesampainya di sana, Raden Ayu Saraswati disambut dengan baik oleh Ki Ageng Sinawang dan murid-muridnya. Salah satu murid Ki Ageng Sinawang yang paling setia adalah Menak Sopal.

Menak Sopal adalah seorang bayi laki-laki yang ditemukan oleh Ki Ageng Sinawang di pinggir sungai Bagong. Bayi itu dibawa ke padepokan dan dirawat oleh Ki Ageng Sinawang dan Raden Ayu Saraswati.

Baca Juga :  Mitos Gua Selomangleng: Legenda Tempat Bertapa Dewi Kilisuci

Menak Sopal tumbuh menjadi pemuda yang tampan, sakti, dan disukai oleh masyarakat sekitar.

Suatu hari, terjadi kekeringan di wilayah padepokan Sinawang. Menak Sopal bersama pemuda lainnya berusaha mencari sumber air untuk mengatasi masalah tersebut.

Mereka menemukan bahwa sungai Bagong mengalir deras dan melimpah. Maka, mereka memutuskan untuk membendung sungai itu agar bisa menyimpan air untuk keperluan padepokan.

Namun, bendungan yang mereka buat ternyata rusak karena digerogoti oleh seekor buaya putih. Menak Sopal pun bertekad untuk menangkap buaya itu dan meminta pertanggungjawabannya.

Setelah berhasil menemukan buaya itu, Menak Sopal menanyakan alasan buaya itu merusak bendungan mereka.

Baca Juga :  Kayu Kemuning: Mitos, Manfaat, dan Ciri-Ciri

Buaya itu menjawab bahwa ia merusak bendungan karena ia tidak suka dengan air tawar. Ia mengatakan bahwa ia hanya mau berhenti merusak bendungan jika Menak Sopal memberinya kepala gajah putih sebagai ganti rugi.

Menak Sopal pun bingung karena ia tidak tahu di mana bisa mendapatkan gajah putih.

Setelah mencari-cari informasi, Menak Sopal mengetahui bahwa ada seorang wanita tua bernama Mbok Randa yang memiliki gajah putih di Desa Krandon.

Mbok Randa adalah seorang janda kaya raya yang sangat sayang kepada gajah putihnya. Menak Sopal pun pergi ke Desa Krandon untuk meminjam gajah putih Mbok Randa.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan