Indo1.id – Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook yang menyeret nama Nadiem Makarim adalah tamparan keras bagi wajah pendidikan Indonesia.
Bagaimana tidak? Program yang semestinya menjembatani anak-anak bangsa dengan teknologi justru dituduh menjadi ladang bancakan hingga menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp1,9 triliun.
Pendidikan yang Tergadai
Nadiem datang dengan jargon “Merdeka Belajar”, membangkitkan optimisme baru bahwa pendidikan akan lebih adaptif terhadap zaman.
Namun, kasus Chromebook ini seolah menunjukkan paradoks: teknologi yang dijanjikan sebagai solusi justru menghadirkan persoalan serius.
Bagi banyak sekolah, khususnya di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), Chromebook tak lebih dari barang mewah yang sulit dimanfaatkan.
Internet terbatas, listrik tak stabil, dan guru yang belum siap secara digital membuat program ini terkesan dipaksakan. Alih-alih membantu, justru menambah tumpukan masalah.
Politik yang Retak
Di sisi politik, kasus ini punya resonansi besar. Nadiem bukan sekadar menteri, ia juga ikon generasi milenial yang sukses di dunia startup.
Penetapan dirinya sebagai tersangka adalah pukulan telak bagi citra pemerintahan yang selama ini menjual narasi inovasi dan “pemerintahan bersih”.
Publik pun bertanya: jika seorang menteri yang dielu-elukan sebagai representasi anak muda saja bisa terjerat kasus besar, lalu bagaimana dengan pejabat lain yang sudah lama berada di pusaran kekuasaan?