Abdy Yuhana: Amandemen UUD Tahun 1945 telah membawa implikasi yang fundamental

  • Bagikan
Visi Bernegara Indonesia - Dr. Abdy Yuhana SH. MH

Sistem pemerintahan Indonesia setelah Amandeman UUD 1945 tampaknya cenderung meniru  Amerika Serikat. Kamar pertama disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan kamar kedua dinamakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Seperti halnya di dalam konstitusi Amerika Serikat yang menentukan “semua kekuasaan legislatif ada pada Kongres yang terdiri dari House of Representatif dan Senate”.

Dalam kontek MPR, setelah perubahan terhadap UUD 1945 sampai pada tahap keempat tahun 2002, keberadaan MPR yang selama ini sebagai Lembaga Tertinggi Negara memang telah mengalami perubahan yang sangat mendasar. tetapi MPR masih tetap dipertahankan sebagai lembaga yang sederajat dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Hal ini mengakibatkan sistem perwakilan yang dianut setelah perubahan terhadap UUD 1945 tidak dapat dikatakan sebagai sistem bikameral sebagaimana yang digagaskan, melainkan sistem perwakilan dengan tiga lembaga negara sekaligus. MPR, DPR dan DPD.
Dalam melakukan rekonstruksi terhadap lembaga MPR dapat ditawarkan agar keanggotaan MPR lebih representatif, maka anggota MPR perlu ditambahkan anggota MPR dari elemen masyarakat lain, misalnya unsure utusan golongan dihidupkan lagi, agar seluruh elemen masyarakat mempunyai wakil di parlemen.

Mengembalikan GBHN sebagai bintang penuntun Pembangunan Indonesia.

Melihat dinamika dan perkembangan serta kebutuhan dalam berbangsa dan bernegara maka adanya diskursus dan keinginan kuat dari semua elemen bangsa adalah mengembalikan wewenang MPR dalam menyusun dan menetapkan GBHN. Menurut hemat saya, dalam kontek tugas dan wewenang MPR untuk menetapkan kembali GBHN sangat beralasan baik dari perspektif kebutuhan secara kelembagaan maupun untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kemajuan dan keberlanjutan pengelolan negara untuk generasi di masa yang akan datang. Dalam perspektif kelembagaan dapat dikatakan bahwa tugas dan wewenang MPR pasca amandemen UUD 1945 tidak lagi penting karena hal-hal yang mendasar tidak dimiliki lagi. Sehingga, perlu sebagimana juga untuk mengakomodasi kehendak dan keinginan rakyat Indonesia bahwa MPR yang di dalamnya terdiri dari perwakilan politik dan perwakilan daerah bersama-sama Presiden untuk duduk bersama dalam merancang dan mendesain pengelolan negara.

Baca Juga :  Humphrey Sebut, Ada Parpol Minta Mahar Rp500 Miliar ke Calon Menteri

perspektif kepentingan negara,  perlu visi (cara pandang) negara dalam mengelola potensi luar biasa yang dimiliki bangsa Indonesia dengan luas wilayahnya yang 75 persen dikelilingi laut, panjang garis pantai 95.181 KM, negara dengan garis pantai terpanjang ke 4 di dunia,17.440 ribu pulau, 129 Gunung merapi, kekayan alam yang tidak terbarukan, 1128 suku, 746 bahasa, jarak dari sabang sampai merauke 5428 km jarak yang sama antara Teheran ke London, melintasi 10 negara eropa dan sumber daya manusia dengan jumlah penduduk 250 juta orang sebagai unsur terpenting semuanya ada di Indonesia sangat diperlukan skema dalam mengelola negara yang berkelanjutan yang tidak berhenti karena agenda politik  setiap lima tahunan, maka sangat diperlukan pola pembangunan bagi bangsa Indonesia yang bervisi nasional, menyeluruh (semesta) dan berkesinambungan.

Baca Juga :  Para Korban Tak Terima, Hasil Lelang Sitaan First Travel untuk Negara

Oleh :
Dr. Abdy Yuhana SH. MH

Penulis merupakan Anggota DPRD TK I Jawa Barat

(tt/id)
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan