Bicara warak tak bisa lepas dari Kampung Purwodinatan Semarang. Di sinilah warga secara turun temurun menjadi perajin warak.
Menurut Agung, salah satu perajin warak sekaligus tokoh budaya setempat, warak mempunyai banyak filosofi.
Warak itu harus ngendit, ngendog, dan ngeden. Itu menggambarkan nilai filosofi maisng-masing, jelas Agung.
Ngendit itu seperti ada semacam garis di pinggang yang menurut marwah para ulama diberi garis hitam, itu melambangkan mengikat nafsu dan amarah.
Ngeden, ya badan, ekor, leher, kaki itu kaku, bulunya juga kaku menghadap ke atas yang melambangkan menahan sikap waktu bulan puasa. Terus ada ngendog atau bertelur di bawahnya, yang artinya semua ibadah itu akan menghasilkan yang baik,
Warak mainan ini sangat disukai anak-anak. Makanya para perajin membuatnya lebih banyak.