Usaha jamu awalnya dirintis oleh ibu-ibu di tempat itu dikarenakan mereka tidak ada kegiatan saat suaminya bekerja.
Seiring berjalannya waktu, ibu-ibu di kampung Ngadirgo dan Wonopolo tidak hanya menjajakan jamu, tapi mereka juga menanam bahan-bahan mentahnya.
Mereka menanam rempah, sebagai bahan dasar jamu, di pekarangan rumah mereka.
Di perkarangan itu juga, mereka menanam temulawak, kunyit, kencur, daun papaya, manjakani, cabai jawa, dan bahan-bahan lainnya.
Setiap hari, para penjual jamu itu membawa 15-20 liter jamu gendong.
Bahkan bagi yang menjajakan jamu menggunakan sepeda motor, mereka sanggup membawa 70 liter jamu per hari.