Indo1.id – Kisah cinta Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah Az-Zahra adalah kisah cinta yang menginspirasi umat Islam sepanjang masa.
Mereka adalah pasangan mulia yang penuh keikhlasan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
Sayidina Ali adalah sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW. Ia adalah salah satu sahabat Nabi yang paling dekat dan setia.
Ia juga dikenal sebagai salah satu pemimpin dan pejuang Islam yang berani dan bijaksana.
Siti Fatimah adalah putri bungsu Nabi Muhammad SAW dari istri pertamanya, Khadijah binti Khuwailid.
Ia adalah wanita yang paling dicintai oleh Nabi dan mendapat gelar Sayyidatun Nisa al-Alamin (Pemimpin Wanita Seluruh Alam).
Kisah cinta mereka berawal dari rasa kagum dan hormat yang timbul sejak kecil. Sayidina Ali sering melihat Siti Fatimah membantu Nabi dalam berbagai urusan, baik di rumah maupun di luar rumah.
Ia juga sering melihat Siti Fatimah menangis dan mendoakan Nabi saat beliau mendapat perlakuan kasar dari orang-orang kafir.
Siti Fatimah juga sering melihat Sayidina Ali mendampingi Nabi dalam berdakwah dan berperang.
Ia juga sering mendengar pujian Nabi terhadap Sayidina Ali sebagai orang yang berilmu, berakhlak, dan berani.
Ia juga menyaksikan kejadian saat Sayidina Ali tidur di tempat tidur Nabi untuk mengelabui musuh saat hijrah.
Rasa kagum dan hormat itu lama-kelamaan berubah menjadi cinta, namun mereka tidak pernah mengungkapkannya secara langsung.
Mereka hanya menyimpannya dalam hati dan mendoakan agar Allah SWT merestui pernikahan mereka.
Sayidina Ali ingin melamar Siti Fatimah, namun ia merasa tidak pantas karena ia tidak memiliki harta apa-apa. Ia hanya memiliki pedang, baju zirah, dan unta tunggangannya.
Ia juga merasa minder karena sebelumnya Abu Bakar dan Umar bin Khattab telah melamar Siti Fatimah, namun ditolak oleh Nabi.
Akhirnya, dengan dorongan dari sahabat-sahabatnya, Sayidina Ali memberanikan diri untuk menemui Nabi dan menyatakan niatnya untuk melamar Siti Fatimah.
Namun, ia sangat gugup sehingga tidak bisa bicara apa-apa di depan Nabi.
Nabi kemudian bertanya kepada Sayidina Ali, “Apakah kamu datang untuk meminang putriku?” Sayidina Ali hanya mengangguk malu-malu. Nabi pun tersenyum dan berkata, “Aku sudah tahu maksudmu sejak lama.”
Nabi kemudian menemui Siti Fatimah dan memberitahu tentang lamaran Sayidina Ali.
Ia bertanya kepada putrinya apakah ia bersedia menikah dengan Sayidina Ali. Siti Fatimah hanya diam sambil menunduk malu-malu.
Nabi pun mengartikan diamnya Siti Fatimah sebagai tanda persetujuan. Ia kemudian memberkati pernikahan mereka dengan mahar berupa pedang milik Sayidina Ali yang dijual seharga 500 dirham.
Pernikahan mereka dilangsungkan pada bulan Dzulhijjah tahun ke-2 Hijriyah dengan sederhana namun khidmat.