Jenderal asal Jawa Tengah selanjutnya yang mendapatkan gelar pahlawan revolusi adalah Sutoyo Siswomiharjo, ia lahir di Kebumen, Jawa Tengah pada 28 Agustus 1922.
Pada awalnya Sutoyo tidak berkarir di dunia militer.
Dia menempuh pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo saat penjajahan Jepang.
Setelah kemerdekaan Indonesia, dia bergabung dengan TKR di bagian kepolisian lalu menjadi anggota Korps Polisi Militer.
Kemudian Sutoyo diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto, lalu menjadi Kepala Bagian Organisasi resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Karir Sutoyo terus berkembang hingga dia diangkat Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat tahun 1961. Petinggi TNI AD asal Kebumen ini merupakan salah satu tokoh yang menolak pembentukan angkatan kelima.
Karena penolakan tersebut, Sutoyo turut gugur pada peristiwa G30S.
6. Brigjen (Anumerta) Katamso
Katamso merupakan petinggi TNI AD yang lahir di Sragen, Jawa Tengah pada 5 Februari 1923.
Dia ikut pendidikan PETA di Bogor pada masa kependudukan Jepang.
Katamso kemudian diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo.
Setelah Indonesia merdeka, dia masuk ke TKR.
Seperti Ahmad Yani, Katamso juga dikirim ke Sumatra Barat tahun 1958 untuk menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus.
Setelahnya dia menjadi Kepala Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukit tinggi.
Katamso merupakan satu dari 9 pahlawan revolusi yang dibunuh oleh PKI.
Jasadnya ditemukan 1 Oktober 1965 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
7. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean Pierre
Tendean awalnya bukan merupakan target penculikan PKI.
Namun dia tertangkap karena melindungi Jenderal A. H. Nasution.
Pierre Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939, ia mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik tahun 1962.
Pierre Tendean menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan.
Ia juga turut ikut bertugas menyusup ke daerah Malaysia ketika Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia Pada bulan April 1965.
Pierre Tendean diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal A. H. Nasution.
Saat meletus pemberontakan PKI, Pierre Tendean mengaku sebagai A. H. Nasution di mana sang jenderal berhasil melarikan diri. Sayangnya, dia gugur untuk melindungi Jenderal Nasution.
8. A.I.P. II (Anumerta) K. S. Tubun
Pahlawan revolusi selanjutnya adalah Karel Satsuit Tubun atau dikenal dengan K. S. Tubun. Dia dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Polisi Negara di Ambon ia diangkat sebagai Agen Polisi Tingkat II dan mendapat tugas dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon.
Setelahnya K. S. Tubun ditempatkan pada kesatuan Brimob Dinas Kepolisian Negara di Jakarta pada Tahun 1955 dipindahkan ke Medan Sumatera Utara dan tahun 1958 dipindahkan ke Sulawesi.
K. S. Tubun merupakan salah satu korban dari pemberontakan G30S/PKI.
Pada saat penculikan, K. S. Tubun saat itu sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Y. Leimena yang bersebelahan dengan rumah Jenderal A. H. Nasution.
Dia melawan dan terjadi pergulatan dengan pemberontak, namun K. S. Tubun tertembak hingga gugur.
Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
9. Kolonel (Anumerta) Sugiyono
Sugiyono lahir pada 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta.
Petinggi TNI AD asal Yogyakarta ini, mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA).
Kemudian ia diangkat menjadi Budanco di Wonosari.
Sugiyono terus mengabdi pada negara di bidang militer dan ikut beberapa penumpasan pemberontakan di Tanah Air. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai kelompok PKI.
Pahlawan revolusi ini dibunuh di Kentungan di sebelah Utara Yogyakarta dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965.
Jasadnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Nah itulah 9 pahlawan Revolusi yang gugur karena keganasan dari Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa itu.