Dari pernikahan ini, lahirlah empat anak, yaitu Dasamuka (Rahwana), Kumbakarna, Surpanaka, dan Wibisana. Keempat anak ini memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda.
Dasamuka menjadi raja Alengka yang angkara murka dan serakah. Kumbakarna menjadi raksasa yang suka tidur dan setia kepada kakaknya.
Surpanaka menjadi wanita yang cantik namun jahat dan licik. Wibisana menjadi raja yang bijaksana dan adil.
Pada zaman Majapahit tahun 1379 Masehi, kisah Rahvanotpatti ini digubah kembali oleh Mpu Tantular menjadi Kakawin Arjunavijaya.
Kakawin ini berisi tentang kisah perang antara Arjunawijaya dengan Rahwana, yang merupakan alegori dari perang antara Majapahit dengan Kerajaan Sriwijaya.
Dalam tradisi pewayangan Jawa, istilah Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu dikenal dalam kisah Lokapala dalam kitab Arjunawijaya pupuh sinom karya Yasadipura dan Sindusastra, kira-kira abad ke-19 Masehi.
Kisah ini menceritakan tentang perjalanan Arjunawijaya ke kerajaan Lokapala untuk mencari ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu dari Prabu Danaraja, putra dari Visrava dan adik tiri Rahwana.
Kisah ini menggambarkan tentang proses tirakat atau laku batin yang harus dilakukan oleh Arjunawijaya untuk memperoleh ilmu tersebut.
Arjunawijaya harus menghadapi berbagai rintangan dan godaan dari para raksasa, dewa-dewa, dan wanita-wanita cantik yang ingin menghalangi atau menggoda nya.
Arjunawijaya juga harus menghadapi ujian dari Prabu Danaraja sendiri, yang menguji kesungguhan dan kesetiaan Arjunawijaya terhadap ilmu tersebut.
Setelah berhasil melewati semua rintangan dan ujian, Arjunawijaya akhirnya mendapatkan ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu dari Prabu Danaraja.