Hal ini menyebabkan Sundaland menjadi kepulauan-kepulauan yang terpisah oleh laut.
Perubahan permukaan laut ini berdampak pada migrasi dan evolusi spesies-spesies yang hidup di Sundaland.
Beberapa spesies mampu beradaptasi dengan lingkungan baru, sementara beberapa spesies lain punah atau terisolasi.
Beberapa spesies endemik yang hanya ditemukan di Sundaland antara lain adalah orangutan, badak sumatera, harimau sumatera, gajah sumatera, tapir malaya, dan beruang madu.
Perubahan permukaan laut ini juga berdampak pada sejarah dan budaya manusia yang tinggal di Sundaland.
Beberapa penelitian arkeologis menunjukkan bahwa manusia modern sudah mendiami Sundaland sejak 50 ribu tahun lalu.
Mereka hidup sebagai pemburu-pengumpul dan nelayan yang mengandalkan sumber daya alam dari darat dan laut.
Salah satu bukti keberadaan manusia di Sundaland adalah situs Liang Bua di Pulau Flores, Indonesia.
Di situs ini, ditemukan fosil-fosil Homo floresiensis, sebuah spesies manusia kerdil yang hidup sekitar 18 ribu tahun lalu.
Spesies ini diyakini sebagai hasil evolusi insular dari Homo erectus yang terisolasi di pulau-pulau kecil akibat naiknya permukaan laut.
Selain itu, ada juga situs Gunung Padang di Jawa Barat, Indonesia. Di situs ini, ditemukan struktur batu-batu besar yang disusun secara bertingkat seperti piramida.
Struktur ini diperkirakan berusia sekitar 20 ribu tahun lalu, menjadikannya salah satu bangunan tertua di dunia.
Struktur ini diduga sebagai tempat pemujaan atau observatorium astronomi oleh masyarakat prasejarah.
Namun, tidak semua bukti keberadaan manusia di Sundaland bersifat ilmiah.
Ada juga beberapa kisah-kisah mitos atau legenda yang berkaitan dengan benua ini. Beberapa di antaranya adalah: