Mitos dan Asal Usul Kota Trenggalek, Kota Gaplek yang Berawal dari Kisah Cinta dan Buaya Putih

  • Bagikan
Suasana malam di alun-alun trenggalek yang mempesona. (Foto: tempat.org)

Namun, bendungan yang mereka buat ternyata rusak karena digerogoti oleh seekor buaya putih. Menak Sopal pun bertekad untuk menangkap buaya itu dan meminta pertanggungjawabannya.

Setelah berhasil menemukan buaya itu, Menak Sopal menanyakan alasan buaya itu merusak bendungan mereka.

Buaya itu menjawab bahwa ia merusak bendungan karena ia tidak suka dengan air tawar. Ia mengatakan bahwa ia hanya mau berhenti merusak bendungan jika Menak Sopal memberinya kepala gajah putih sebagai ganti rugi.

Baca Juga :  Mitos dan Misteri di Balik Candi Gedong Songo Semarang

Menak Sopal pun bingung karena ia tidak tahu di mana bisa mendapatkan gajah putih.

Setelah mencari-cari informasi, Menak Sopal mengetahui bahwa ada seorang wanita tua bernama Mbok Randa yang memiliki gajah putih di Desa Krandon.

Mbok Randa adalah seorang janda kaya raya yang sangat sayang kepada gajah putihnya. Menak Sopal pun pergi ke Desa Krandon untuk meminjam gajah putih Mbok Randa.

Baca Juga :  Mitos Populer di Masyarakat Manado yang Menyimpan Cerita Mistis

Menak Sopal meminta izin kepada Mbok Randa untuk meminjam gajah putihnya selama tiga hari dengan alasan ingin menggunakannya untuk upacara adat.

Mbok Randa awalnya ragu, namun akhirnya setuju dengan syarat Menak Sopal harus bertanggung jawab jika ada apa-apa dengan gajah putihnya.

Menak Sopal pun membawa gajah putih itu ke padepokan Sinawang. Di sana, ia menyembelih gajah putih itu dan memotong kepalanya.

Baca Juga :  Mitos Pemakaman Misterius di Komplek Perumahan Abang None Belanda

Ia kemudian membawa kepala gajah putih itu ke sungai Bagong dan memberikannya kepada buaya putih. Buaya putih pun senang dan berjanji tidak akan merusak bendungan lagi.

Sementara itu, Mbok Randa menunggu kepulangan gajah putihnya. Namun, setelah tiga hari berlalu, gajah putih itu tidak kunjung kembali.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan