Nama Yogyakarta diambil dari nama kota Ayodhya dalam epos Ramayana, yang berarti kota yang makmur dan damai.
Kasultanan Yogyakarta kemudian mengalami beberapa peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, seperti Geger Sepehi (1812), Perang Jawa (1825-1830), Perjanjian Klaten (1830), dan Restorasi Hamengkubuwono IX (1945).
Kasultanan Yogyakarta juga berperan aktif dalam mendukung kemerdekaan Indonesia, seperti dengan mengeluarkan Amanat 5 September 1945 yang menyatakan integrasi Kasultanan Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia.
Karena peran dan jasanya dalam sejarah Indonesia, Kasultanan Yogyakarta mendapatkan status sebagai daerah istimewa yang memiliki otonomi khusus.
Status ini diakui oleh pemerintah pusat melalui piagam penetapan yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Sultan Hamengkubuwono IX dan Adipati Paku Alam VIII pada tahun 1945.
Status ini kemudian diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki keistimewaan dalam hal pemerintahan, kebudayaan, dan pendidikan.
DIY dipimpin oleh Gubernur dan Wakil Gubernur yang merupakan Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualaman.
DIY juga memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang beranggotakan 55 orang, termasuk 3 orang yang mewakili Kasultanan Yogyakarta dan 3 orang yang mewakili Kadipaten Pakualaman.