“Pertunjukan kali ini setelah 41 kali kami main, baru kali ini saya harus membuat surat pernyataan tertulis kepada polisi” sambung Butet.
Butet menambahkan, pihak kepolisian juga sempat meminta dirinya untuk menunjukkan naskah pentas teater yang akan dibawakan.
Namun, Butet menolak untuk menyerahkan naskah tersebut, karena menurutnya pentas teater adalah karya seni yang bersifat dinamis dan spontan.
“Kami tidak punya naskah tertulis. Kami hanya punya garis besar cerita, lalu kami improvisasi di atas panggung. Itu kan salah satu ciri khas pentas teater, tidak kaku dan baku. Kami juga tidak ada niat untuk menyinggung atau menyerang pihak-pihak tertentu. Kami hanya ingin menyampaikan pesan-pesan positif dan menghibur masyarakat,” ujar Butet.
Butet mengaku tidak tahu apa motif di balik permintaan pihak kepolisian tersebut. Ia menduga ada pihak-pihak yang merasa tersinggung atau terancam dengan pentas teater yang dibawakannya.
Ia berharap, pihak kepolisian bisa bersikap profesional dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) di tengah tahapan penyelenggaraan pemilu 2024.
“Kalau ada yang merasa tersinggung, itu kan hak mereka. Tapi, jangan sampai hak kami untuk berekspresi seni juga terganggu. Kami berharap, polisi bisa melindungi kami sebagai seniman dan masyarakat sebagai penikmat seni. Jangan sampai ada intimidasi atau sensor yang mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi,” tutur Butet.