“Seperti yang sudah dibubarkan (Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), meskipun radikal, tapi tidak termasuk teroris. Seseorang dikatakan teroris jika setelah berpaham radikal masuk ke dalam jaringan teror, yang tergabung dalam Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme (DTTOT) di antaranya Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharud Daulah (JAD) dan lainnya,” katanya, saat menjadi nara sumber utama dalam Sarasehan Kebangsaan Bersama Forkopimda Batang di Pendopo, Kabupaten Batang, Sabtu (25/2/2023).
Masyarakat harus memahami bahwa tindakan teroris diawali dengan adanya beberapa unsur yang telah terpenuhi. Yakni apabila ada kelompok yang terpapar paham radikal dengan indikasi anti-Pancasila, pro ideologi transnasionalisme, anti pemerintah yang sah, intoleransi dan mengkafirkan orang lain dan anti kearifan lokal yang didukung dengan bergabung dengan jaringan terorisme.
“Sikap mereka ditandai dengan mengucapkan baiat atau ikrar sumpah kepada pemimpin mereka, lewat media pengajian mulai mengatur strategi-strategi, latihan perang hingga merakit bahan peledak hingga penggalangan dana, maka oleh Densus 88 perlu dilakukan tindakan pencegahan,” jelasnya.
Masyarakat harus mewaspadai juga dengan adanya residivis teroris, yakni ketika dia masuk sebagai napi terorisme karena tidak mengikuti program deradikalisasi, maka dimungkinkan akan bergabung dengan jaringan teror. Adapula napi teroris yang telah bebas, tapi melakukan aksi teror kembali.