Mereka mendidik anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang dan keteladanan.
Mereka juga menghadapi berbagai cobaan dan ujian dengan sabar dan ikhlas.
Mereka tidak pernah meninggalkan Nabi dalam berbagai peristiwa penting, seperti Perang Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, Fathu Makkah, dan lain-lain.
Mereka juga mengalami kesedihan yang mendalam saat Nabi wafat pada tahun ke-11 Hijriyah.
Mereka merasa kehilangan sosok yang paling mereka cintai dan hormati di dunia ini.
Tidak lama setelah itu, Siti Fatimah juga wafat pada usia 29 tahun.
Ia wafat karena sakit akibat luka yang dideritanya saat rumahnya diserbu oleh sekelompok orang yang ingin mengambil sumpah setia dari Sayidina Ali.
Sayidina Ali sangat bersedih atas kepergian istrinya yang sangat dicintainya. Ia menangisi istrinya dengan air mata darah.
Ia juga menunaikan wasiat istrinya untuk menguburkannya secara rahasia di malam hari.
Sayidina Ali kemudian melanjutkan hidupnya dengan tetap berjuang di jalan Allah SWT.
Ia menjadi khalifah keempat setelah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.
Ia juga menghadapi berbagai tantangan dan konflik yang menguji kesabarannya.
Sayidina Ali akhirnya gugur sebagai syahid pada tahun ke-40 Hijriyah. Ia dibunuh oleh seorang Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam saat sedang shalat subuh di masjid Kufah.
Kisah cinta Sayidina Ali dan Siti Fatimah adalah kisah cinta yang abadi dan mulia. Mereka adalah contoh pasangan suami istri yang saling mencintai di dunia dan akhirat.