indo1.id – Masyarakat Tengger adalah salah satu suku yang hidup di lereng Gunung Bromo dan Gunung Semeru, dua gunung berapi yang menjadi ikon wisata Jawa Timur.
Masyarakat Tengger memiliki budaya dan kearifan lokal yang unik, salah satunya adalah mitos-mitos yang berkaitan dengan gunung-gunung tersebut.
Mitos pertama adalah tentang asal-usul nama Tengger. Menurut legenda, nama Tengger berasal dari gabungan nama Roro Anteng dan Joko Seger, dua tokoh yang dipertemukan sebagai suami istri, dan berasal dari dua status sosial yang berbeda.
Roro Anteng adalah putri bangsawan dari Kerajaan Majapahit, sedangkan Joko Seger adalah putra seorang brahmana bijak.
Kisah mereka dimulai ketika Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan banyak pangeran yang melarikan diri ke daerah pegunungan.
Roro Anteng dan Joko Seger bertemu dan jatuh cinta di lereng Gunung Bromo. Mereka kemudian menikah dan membangun kerajaan kecil bernama Kerajaan Tengger.
Namun, setelah bertahun-tahun menikah, mereka belum dikaruniai anak. Mereka pun berdoa kepada dewa Brahma, yang merupakan dewa pencipta dalam agama Hindu.
Dewa Brahma mengabulkan doa mereka dengan syarat, mereka harus mengorbankan anak bungsunya ketika sudah memiliki 25 orang anak.
Roro Anteng dan Joko Seger menyanggupi syarat tersebut dan akhirnya memiliki 25 orang anak.
Namun, ketika tiba saatnya untuk mengorbankan anak bungsunya, mereka tidak tega melakukannya. Mereka pun melarikan diri bersama anak-anaknya ke puncak Gunung Bromo.
Dewa Brahma marah dan meletuskan Gunung Bromo.
Anak bungsu Roro Anteng dan Joko Seger terjatuh ke dalam kawah dan meninggal.
Suara anak itu terdengar memanggil-manggil orang tuanya dengan sebutan “Teng…Teng…”.
Sejak itu, masyarakat sekitar menyebut diri mereka sebagai Tengger, yang berarti “yang terakhir” atau “yang tersisa”.