Indo1 – Kontestasi pilpres 2024 menghangat dalam sebulan ini pasca munculnya dipermukaan friksi di internal PDIP Perjuangan ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tidak diundang dalam acara pertemuan kader dan pejabat daerah dari PDI Perjuangan se- Jawa Tengah.
Menyikapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Herryansyah MBA menyarankan agar publik dan elit parpol tidak terjebak euforia figur capres yang besar karena survey.
Apalagi, ditengah persoalan ekonomi dan hutang luar negeri pemerintah dan BUMN yang sudah dalam status “lampu kuning” lebih Rp8000 trilyun tahun 2021, dan berpotensi menjadi 10.000 trilyun diakhir tahun 2024.
“Kita jangan terjebak pada euphoria figure capres yang besar di survey. Jika fokus pilpres 2024 kagum pesona capres, tapi ujungnya capres terpilih malah menambah utang negara dengan berbagai macam alasan kebijakan itu namanya ngeles,” kata Hery dalam sebuah perbincangan di Depok, Rabu, (15/6/2021).
““Itu sama dengan menggiring anak cucu kita kedalam jurang kesusahan yang tidak berkesudahan pasca 2024,” jelas Herry.
Menurutnya, figur capres 2024 tidak perlu sibuk bermain medsos dan pencitraan, tapi yang dibutuhkan adalah sosok yang memiliki jaringan keuangan luar negeri, kecakapan finansial, ataupun modal yang cukup, mampu menyelesaikan persoalan utang negara.
“Dear capres 2024 ! Capres siapapun Anda bahkan diusung partai hantu blauk dari hutan belantarapun , akan saya pilih dan kampanyekan dengan syarat dia bisa kongkrit menegoisasikan utang RI dan bunganya sebelum 2024. Juga network finansial luar neger iyang kuat buyback (membeli kembali) surat utang RI yang jatuh tempo 2021-2024. Itulah yang harus dipilih jadi presiden 2024, “jelas Herry.
Herry mengaku dirinya masih berpandangan positif dan meyakini bahwa utang jumbo era Jokowi yang saat ini digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.
Untuk itu, Herry beraharap calon presiden berikutnya harus bisa memberi solusi kongkrit penyelesaian utang negara.
“Pemerintahan saat ini berutang jumbo mempercepat pembangunan infrastruktur yang dirasakan nyata. Jadi jika capres 2024 hanya ingin menjabat saja dan tidak mau ikut memikirkan solusi utang pemerintah saat ini. Anak alay & ABG juga bisa daftar nyapres 2024,” sindirnya.
“Tahun 2024 itu tantangannya berat. Potensi “bom waktu” penggangguran generasi milineal X & Y di era 2024-2029, karena krisis ekonomi-sosial dan inflasi tinggi pasca pandemi yang siap menerkam negara manapun yang gagal mengelola utang dan neracanya, diperberat lagi jika Trade War China dan USA belum reda,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dosen FISIP UI ini menilai syarat capres 2024 bukan sekedar mempunyai modal kampanye 5-10 trliyun plus visi-misi utopis “too good to be true”.
Tapi setelah memenangkan pilpres bukan menjadi bagian solusi, bahkan capres setelah terpilih menjadi sumber masalah baru dengan jalan menambah utang baru ribuan trilyun dengan alasan demi rakyat dan menutupi utang pemerintah sebelumnya.
“Hai milenial wake up ! Buka mata hati & pikiran ! Bukan eranya lagi milih capres 2024 karena ganteng, dizalimi, gagah, dan alim .Tapi setelah jadi presiden malah negara berutang lebih banyak di 2024-2029,” imbaunya.
“Atau parahnya presiden yang anda pilih di 2024 malah menaikkan pajak kalian semua saat ngopi ke Kafe, makan di warteg, atau berbelanja Online Shop dan minimarket dan pajak-pajak lain menutupi defisit apbn & bayar utang .