Berdasarkan website Warisan Budaya Takbenda Indonesia, tradisi lompat batu ini dilakukan oleh laki-laki. Ketinggian batu yang dilompati sekitar 2 meter dengan tebal 40 cm.
Anak laki-laki di Nias mulai berlatih untuk melompati batu sejak umur tujuh tahun. Mereka akan terus melompati tali yang dijadikan pengganti dari batu dengan ketinggian yang disesuaikan dengan umur dan kemampuan sang anak, dan akhir dari latihan tersebut sang anak akan melompati batu yang sesungguhnya.
Setiap desa atau pemukiman penduduk dipagari dengan batu sebagai pertahanan. Maka atas dasar itu perlu kelihaian masyarakat saat itu untuk memasuki atau melarikan diri dengan cepat dengan melompati pagar batu itu.
Bagi laki-laki yang sudah berhasil melakukan lompat batu, maka dia dianggap sudah dewasa untuk melakukan hak dan kewajiban sosial sebagai orang dewasa. Selain itu tradisi lompat batu juga terkadang menjadi ukuran penentuan apakah si laki-laki sudah cukup matang untuk menikah.
Tidak semua laki-laki berhasil melakukan prosesi lompat batu ini, banyak juga yang gagal melakukannya. Masyarakat Nias percaya, laki-laki yang berhasil melakukan tradisi lompat batu ini merupakan sosok yang diberkahi oleh roh leluhur dan para pelompat batu yang sudah meninggal dunia.