Sistem Kontrak Mendorong Praktik Amoral Bos Terhadap Pekerja Perempuan

  • Bagikan
π‘†π‘–π‘ π‘‘π‘’π‘š πΎπ‘œπ‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘˜ π‘€π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘œπ‘›π‘” π‘ƒπ‘Ÿπ‘Žπ‘˜π‘‘π‘–π‘˜ π΄π‘šπ‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘™ π΅π‘œπ‘  π‘‡π‘’π‘Ÿβ„Žπ‘Žπ‘‘π‘Žπ‘ π‘ƒπ‘’π‘˜π‘’π‘Ÿπ‘—π‘Ž π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘šπ‘π‘’π‘Žπ‘› (π‘†π‘π‘˜π‘’π‘ 𝑠𝑝𝑠𝑖 π‘œπ‘Ÿπ‘” π‘“π‘œπ‘‘π‘œ)

Abdullah menegaskan bahwa pekerja perempuan yang bekerja dalam bentuk kontrak, magang, outsourcing, dan sejenisnya sangat rentan terhadap praktik tersebut. Dia menambahkan bahwa undang-undang cipta kerja memberikan keleluasaan terhadap praktik tersebut, yang dapat memberikan masa kontrak yang fleksibel sesuai dengan kesepakatan.

Dia menyoroti bahwa perlindungan terhadap pekerja untuk terhindar dari tindakan pelecehan seksual di lingkungan perusahaan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022. Namun, implementasi dan sosialisasi dari undang-undang tersebut masih kurang.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan