Indo1.id – Pelaksanaan ibadah haji merupakan kewajiban bagi umat Muslim di seluruh dunia yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Setelah menyelesaikan ibadah haji, umumnya para jamaah akan membawa pulang oleh-oleh khas dari Makkah, termasuk air zamzam, kurma, kacang Arab, kismis, dan berbagai pernak-pernik lainnya.
Beberapa orang memilih untuk membawa pulang batu jumrah dan pasir dari Makkah dengan harapan mendapatkan berkah dari benda-benda tersebut.
Namun, bagaimana hukumnya membawa pulang batu jumrah? Berikut ini penjelasannya.
Para ulama memiliki pendapat yang beragam mengenai tindakan membawa pulang batu jumrah dari tanah Makkah. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh pemahaman bahwa setiap individu memiliki niat yang berbeda dalam membawa pulang batu jumrah ke rumah masing-masing.
Salah satu riwayat yang membahas tindakan ini dapat ditemukan dalam mazhab Syafi’i dan Hambali. Mereka merujuk pada pernyataan Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum yang menyatakan:
“Imam Ahmad mengatakan, ‘Tidak boleh mengeluarkan tanah Madinah.’ Ini juga yang dinyatakan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Tidak boleh mengeluarkan kerikil Mekah dari Kota Mekah. Dalam kitab al-Muntaha dinyatakan, makruh membawa keluar tanah dan kerikil dari daerah haram ke luar daerah haram.” (Mufidul Anam fi Tahrir Ahkam lil Haj).
Dari hadis di atas, pendapat para ulama ini dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu memperbolehkan, menganggap makruh, dan menganggap haram. Berikut penjelasannya.
Halal
Pendapat pertama yang berasal dari mazhab Malikiyah memperbolehkan membawa batu jumrah ini pulang ke tanah air jika hanya memiliki motif untuk sekedar dijadikan oleh-oleh pernak pernik saja dan tidak lebih.
Makruh