Dia juga mengatakan bahwa rakyat Banda pernah melakukan perlawanan heroik melawan penjajahan Belanda yang kejam. Namun, mereka harus mengalami pembantaian massal dan pengusiran paksa oleh VOC pada tahun 1621.
Iwan menambahkan bahwa Banda Neira juga pernah menjadi tempat pengasingan bagi beberapa tokoh nasional seperti Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Mohammad Natsir, dan Tan Malaka. Mereka tinggal di rumah-rumah yang masih bisa dilihat hingga sekarang.
Kami merasa kagum dan terharu mendengar cerita Iwan. Kami merasa bersyukur bisa menginjakkan kaki di tanah yang penuh sejarah ini.
Setelah istirahat cukup, kami melanjutkan pendakian ke bagian tengah. Bagian ini lebih mudah karena medannya datar dan landai. Di sini, kami bisa melihat padang rumput hijau yang luas dengan beberapa pohon-pohon kecil.
Di sini, kami bisa merasakan angin yang sepoi-sepoi dan matahari yang hangat. Kami bisa melihat pemandangan laut biru yang membentang di bawah kami. Kami juga bisa melihat pulau-pulau lain di Kepulauan Banda seperti Pulau Banda Besar, Pulau Hatta, Pulau Ai, dan Pulau Run.
Kami berhenti sejenak untuk berfoto-foto di sini. Kami meminta Iwan untuk memotret kami berdua dengan latar belakang laut dan gunung. Kami berpose dengan senyum bahagia dan pelukan mesra.
Kami merasa sangat romantis di sini. Kami saling menatap mata dan mengucapkan kata-kata cinta. Kami mencium pipi dan kening satu sama lain.
Kami merasa seperti tidak ada orang lain di dunia ini selain kami berdua.
Setelah puas berfoto-foto, kami melanjutkan pendakian ke bagian atas. Bagian ini adalah bagian terpendek tapi tercuram. Di sini, kami harus melewati lereng batu yang licin dan tajam tanpa ada tumbuhan.
Di sini, kami harus berpegangan erat pada tali yang sudah dipasang oleh pemandu sebelumnya. Kami juga harus berhati-hati agar tidak terpeleset atau terluka oleh batu-batu.
Iwan memberitahu kami bahwa bagian ini adalah bagian yang paling berbahaya tapi juga paling menantang. Dia mengatakan bahwa jika kami berhasil mencapai puncak gunung ini, kami akan merasa sangat bangga dan puas.
Dia juga mengatakan bahwa puncak gunung ini adalah tempat yang paling indah untuk melihat matahari terbit dan terbenam. Dia mengatakan bahwa kami akan melihat warna-warna spektakuler di langit dan laut.
Kami merasa semangat mendengar kata-kata Iwan. Kami bertekad untuk mencapai puncak gunung ini bersama-sama.
Kami saling memberi semangat dan bantuan satu sama lain. Kami saling pegang tangan dan peluk pinggang. Kami saling bisik kata-kata motivasi dan doa.
Kami merasa seperti tidak ada halangan yang tidak bisa kami lewati selama kami bersama-sama.
Setelah sekitar satu jam berjuang melawan lereng batu, akhirnya kami sampai di puncak Gunung Banda Api. Kami merasa sangat lega dan senang sekali.
Kami melihat pemandangan yang sangat menakjubkan di sekitar kami. Kami bisa melihat kawah gunung yang masih berasap dengan diameter sekitar 600 meter. Kami bisa melihat seluruh pulau Banda Neira dengan jelas dari ketinggian 640 meter.
Kami juga bisa melihat matahari yang mulai terbenam di ufuk barat. Kami bisa melihat warna-warna merah, jingga, kuning, ungu, dan biru yang bercampur indah di langit dan laut.
Kami merasa seperti berada di surga.
Kami memeluk erat satu sama lain sambil menikmati pemandangan itu. Kami mengucap syukur atas kesempatan untuk bisa berada di sini bersama-sama.
Kami juga mengabadikan momen itu dengan kamera kami. Kami meminta Iwan untuk memotret kami berdua dengan latar belakang matahari terbenam.
Itulah Banda Neira, surga dari timur. Kaya sejarah, penuh romantisme, dan rekomendasi paling keren untuk berdua bersama pasangan. Dijamin pengen balik lagi.