Menurut mereka, bentuk benda tersebut mirip dengan cakram terbang atau piring terbang yang sering dikaitkan dengan UFO. Mereka juga mengklaim bahwa elang di belakangnya bukanlah seekor burung, melainkan sebuah pesawat jet tempur yang mengejar UFO tersebut.
Teori ini tentu saja sangat kontroversial dan tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat. Para ahli arkeologi dan sejarah menolak teori ini sebagai bentuk dari pseudosains atau ilmu semu yang tidak berdasarkan metode ilmiah yang valid.
Mereka menegaskan bahwa relief tersebut adalah bagian dari cerita fabel yang populer di masa pembangunan candi.
Cerita fabel tersebut adalah sebagai berikut: Seorang brahmana bernama Dwijeswara datang dari dunia bawah untuk bersembahyang di gunung.
Di puncak gunung ia bertemu dengan seekor kepiting bernama Astapada yang sedang terancam oleh seekor elang bernama Suparna. Brahmana itu kemudian menyelamatkan kepiting itu dengan membawanya di pakaiannya.
Kepiting itu sangat berterima kasih kepada brahmana itu dan bersumpah untuk setia kepadanya.
Brahmana itu pun mengajak kepiting itu untuk tinggal bersamanya di dunia bawah. Namun, di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor kura-kura bernama Akupara yang menawarkan diri untuk mengangkut mereka dengan cangkangnya.
Brahmana itu menyetujui tawaran kura-kura itu dan menaiki cangkangnya bersama dengan kepiting itu. Namun, di tengah sungai, kura-kura itu berniat untuk menenggelamkan mereka dan memakannya.
Kepiting itu pun segera menyadari niat jahat kura-kura itu dan menggigit lehernya dengan kuat. Kura-kura itu pun mati dan terapung di permukaan air.
Brahmana itu sangat kagum dengan kesetiaan kepiting itu dan memuji-mujinya. Ia pun membawa kepiting itu ke dunia bawah dan menjadikannya sebagai sahabatnya. Mereka pun hidup bahagia selamanya.
Demikianlah cerita fabel ternyata yang menjadi latar belakang relief brahmana dan kepiting di Candi Mendut. Cerita ini mengandung pesan moral tentang pentingnya kesetiaan, keberanian, dan kebaikan hati.
Cerita ini juga menunjukkan bahwa Candi Mendut tidak hanya merupakan bangunan suci, tetapi juga sarana pendidikan dan hiburan bagi masyarakat di masa lalu.