Selain itu, Bahlil menyoroti sejarah panjang Indonesia dengan IMF.
Ia mengungkapkan bahwa pada masa krisis moneter tahun 1998, IMF memberikan rekomendasi kebijakan yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Bahlil mengutip contoh penutupan industri seperti industri dirgantara dan pembatasan program bantuan sosial yang berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat serta deindustrialisasi.
Namun, kebijakan-kebijakan tersebut ternyata gagal total dan berdampak pada kenaikan suku bunga kredit, kebangkrutan sejumlah pengusaha, kredit macet, dan pengambilalihan aset.
Bahlil menekankan bahwa kondisi tersebut mengilustrasikan kesalahan dalam diagnosis IMF terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Ia juga menyinggung bahwa Malaysia pada waktu yang sama menolak rekomendasi IMF dan berhasil menghindari dampak negatif tersebut.
Dalam konteks yang lebih aktual, IMF baru-baru ini meminta Indonesia untuk tidak memperluas kebijakan hilirisasi dan melarang ekspor bahan mineral mentah.