Upacara muksa dilakukan dengan cara membakar diri sendiri di atas tumpukan kayu kering di pinggir pantai.
Setelah api menyala, tubuh Raja Brawijaya V berubah menjadi landak laut dan melompat ke laut. Ia pun menghilang bersama ombak dan tidak pernah terlihat lagi.
Sejak saat itu, pantai Ngobaran menjadi tempat suci bagi masyarakat sekitar.
Mereka percaya bahwa roh Raja Brawijaya V masih berada di sana dan memberikan berkah bagi mereka.
Mereka pun rutin melakukan ritual untuk menghormati raja terakhir Majapahit tersebut.
Ritual yang dilakukan adalah dengan membawa sesaji berupa bunga-bunga segar dan menaburkannya ke laut sambil membaca doa-doa.
Mereka juga membawa dupa dan kemenyan untuk mengharumkan udara di sekitar pantai.
Ritual ini biasanya dilakukan pada hari-hari tertentu seperti hari raya Hindu atau hari Jumat Kliwon.
Selain ritual tersebut, masyarakat sekitar juga membangun beberapa bangunan untuk mengenang Raja Brawijaya V.
Di antaranya adalah pura Hindu yang bernama Pura Palgading dan masjid Jawa yang bernama Masjid Krapyak.
Kedua bangunan ini berdiri berdampingan di atas tebing karang yang menghadap ke laut.
Pura Palgading dan Masjid Krapyak merupakan simbol dari toleransi dan kerukunan antara umat beragama di pantai Ngobaran.
Di sana, pengunjung bisa melihat pemandangan yang unik yaitu adanya bendera merah putih, bendera Bali, dan bendera Jawa yang berkibar bersama.
Di sana juga terdapat gapura bertuliskan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang merupakan moto dari negara Indonesia.
Pantai Ngobaran merupakan salah satu destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Di sana, pengunjung bisa menikmati keindahan alam dan nilai budaya yang tinggi.
Pantai ini juga menjadi saksi bisu dari mitos dan sejarah Raja Brawijaya V yang melegenda.