Allah berfirman, “Engkau telah tidur selama seratus tahun.” Dia berkata, “Lihatlah makanan dan minumanku, mereka belum berubah.”
Allah berfirman, “Ya, Aku telah menjadikan engkau tanda bagi manusia. Lihatlah keledaimu.” Dan keledainya telah menjadi tulang belulang.
Kemudian Allah menghidupkannya kembali dan menjadikannya seekor keledai yang utuh.
Kemudian Allah berfirman kepadanya, “Naiklah keledaimu dan pergilah ke negerimu.” Maka dia pergi dan menemukan orang-orang dari kaumnya telah berubah menjadi orang-orang yang beriman.
Maka dia berkata, “Aku adalah Uzair.” Mereka berkata, “Allah tidak mengutus seorang pun dengan nama Uzair.” Dia berkata, “Aku adalah seorang hamba Allah dan seorang nabi-Nya.”
Mereka berkata, “Berapa lama engkau tinggal?” Dia berkata, “Aku tinggal selama seratus tahun.” Mereka berkata, “Siapa yang dapat mengetahui hal itu?” Dia berkata, “Tanyakan kepada anakku dan saudara perempuanku.”
Mereka berkata, “Berapa umur mereka?” Dia berkata, “Anakku berumur delapan puluh tahun dan saudara perempuanku berumur sembilan puluh tahun.”
Mereka berkata, “Bagaimana mungkin?” Kemudian mereka pergi dan menemukan anaknya dan saudara perempuannya masih hidup.
Mereka bertanya kepada mereka tentang Uzair. Mereka berkata, “Dia adalah ayah kami dan saudara laki-laki kami.” Maka mereka mempercayainya dan mengakuinya sebagai nabi.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya (2/443), Imam Al-Baihaqi dalam Dala’il an-Nubuwwah (6/383), Imam Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (2/546), Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya (15/101), Imam Al-Tabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir (24/353).
Imam Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya (2/654), Imam Ibnu Jarir al-Tabari dalam Tafsirnya (3/91), Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (1/648), Imam Al-Qurtubi dalam Tafsirnya (2/301), Imam As-Suyuti dalam Ad-Durr al-Manthur (1/597), dan lain-lain.
Namun, sebagian ulama dan mufasir lainnya berpendapat bahwa hamba Allah yang tertidur 100 tahun itu bukan Nabi Uzair AS, melainkan seorang hamba Allah biasa yang tidak dikenal namanya.