Pada tahun 1980, Irak yang dipimpin oleh Saddam Hussein menginvasi Iran dengan dukungan Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Perang ini berlangsung selama delapan tahun dan menelan korban jiwa jutaan orang.
Raja Fahd berperan aktif dalam memberikan bantuan militer dan finansial kepada Irak untuk mengimbangi pengaruh Iran.
Namun, hubungan Arab Saudi dan Irak memburuk setelah Irak menginvasi Kuwait pada tahun 1990.
Raja Fahd menentang invasi ini dan meminta bantuan Amerika Serikat untuk membebaskan Kuwait.
Ia juga mengizinkan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat untuk menggunakan wilayah Arab Saudi sebagai pangkalan militer.
Keputusan ini menuai kontroversi di dalam negeri dan di dunia Islam. Banyak yang mengecam Raja Fahd karena mengundang pasukan asing ke tanah suci Islam.
Salah satu kritikus terkenal adalah Osama bin Laden, pemimpin kelompok teroris Al-Qaeda yang berasal dari Arab Saudi.
Pada tahun 1991, Perang Teluk berhasil membebaskan Kuwait dari cengkeraman Irak.
Namun, pasukan koalisi tidak melanjutkan serangan ke Baghdad untuk menggulingkan Saddam Hussein.
Hal ini membuat Raja Fahd kecewa dan merasa dikhianati oleh Amerika Serikat.
Pada tahun 1996, sebuah bom meledak di kompleks perumahan militer Amerika Serikat di Khobar, Arab Saudi, yang menewaskan 19 tentara Amerika dan melukai lebih dari 400 orang.
Serangan ini diduga dilakukan oleh kelompok Hizbullah yang didukung oleh Iran.