Karena itu, Dr. Ilyas Indra menyampaikan, sebagai sebuah sistem, proporsional terbuka walaupun mempunyai plus dan minus yang dirasakan pada prakteknya, tentu hal itu, bisa dipahami sebagai hal yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya, karena memberikan peran serta masyarakat lebih sangat luas untuk mengawasi hak-hak mereka melalui pemilu, sistem proporsional tertutup telah membuat komunikasi politik tidak berjalan dengan baik dan kesempatan terpilihnya para calon sangat tidak adil, dan pasti krisis calon anggota legislatif tentu tidak bisa kita hindari, karena pasti dapat diprediksi siapa yang akan terpilih, berakibat akan terjadi minimnya peminat yang serius mau menjadi bagian dari kontestasi dalam calon Legislatif.
Bahwa apabila proprosional tertutup diterapkan, maka selain akan melahirka suatu political setback dalam kehidupan bebangda dan bernegara khususnya dalam pelaksanaan sistem pemilu kita, juga akan memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya masing-masing, mengabaikan tingkat legitimasi rakyat dalam menentukan pilihan calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak.
Secara yuridis, Mahakamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk menguji UU Pemiu, sebab kewenangan hal tersebut merupakan yurisdiksi dari Dewan perwakilan Rakyat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 69 ayat (1) UU N0 17 Tahun 2014 tentang Dewan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan “DPR mempunyai fungsi : a) Legislasi; b) Anggaran; dan c) Pengawasan, kemudian berdasarka ketentuan Pasal 70 ayat (1) UU N0 17 Tahun 2014 tentang Dewan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, telah ditentukan “fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang, sehingga berdasarkan hukum tersebut pasal tersebut di atas, lembaga negara yang memiliki kompetensi membentuk undang-undang adalah DPR bukan lembaga negara lain in casu Mahakam Konstitusi, akan tetapi DPR R.I.
Kewenangan DPR dalam membentuk Undang-undang dibahas bersama dengan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, DPR berwenang memberikan persetujuan atau tidak terhadap Perppu yang diajukan Presiden untuk menjadi Undang-undang sebagaimana dalam ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Dewan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sehingga secara jelas dan tegas seharusnya dapat dipahami bahwa berdasarkan argumentasi hukum pada norma Pasal 69, 70, dan 71 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Dewan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tersebut di atas, yang mempunyai fungsi legislasi yang berwenang membentuk undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat.