Supaya menghasilkan cita rasa yang khas, hingga sekarang dalam pengolahan trites masih menggunakan kayu bakar yang dibentuk dengan tungkuan api. Tak heran, proses pembuatannya membutuhkan waktu 5 jam lebih.
Di masyarakat Karo, dulunya trites hanya disajikan untuk orang-orang tertentu saja. Tidak semua orang sanggup memasaknya. Hal itu karena bahan dasarnya yang sulit didapat dan berbiaya mahal. Paling tidak untuk memasak trites seseorang harus menyembelih seekor sapi atau lembu.
Tidak heran bila trites disebut-sebut sebagai makanan para raja. Masyarakat biasa baru memiliki kesempatan mencicipi trites saat-saat tertentu, misalnya ketika pesta kerja tahun (selesai musim tanam) berlangsung.
Saat itu berbagai kuliner tradisi Karo dihidangkan. Termasuk cimpa, kue manis khas Suku Karo yang sudah sangat familiar. Saat ini, karena trites sudah semakin jarang dimasak, banyak generasi muda Karo yang sama sekali belum pernah mengonsumsi trites.
Resi Tarigan, salah seorang dosen muda di universitas Medan Area (UMA), yang mengaku belum tentu sekali dalam setahun lidahnya bisa mencicipi trites.