MK Tidak Memiliki Kewenangan Untuk Menguji Undang-Undang Pemilu ‘Proporsional Terbuka’

  • Bagikan
MK Tidak Memiliki Kewenangan Untuk Menguji Undang-Undang Pemilu 'Proporsional Terbuka'

indo1.id Opini – Polemik terhadap eksistensi sistem proporsional terbuka terus bergulir, eskalasi perdebatan terhadap sistem tersebut semakin memanas sejak didaftarkannya permohonan uji materiil Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono, yang terdaftar dengan Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.

Dalam sidang permohonan tersebut, Prof. Yusril ihza Mahendra yang mewakili Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai Pihak Terkait dalam Permohonan pengujian UU Pemilu tersebut, menyampaikan “pergeseran hak untuk menempatkan kandidat dari partai politik kepada kuantitas suara terbanyak ini jelas bertentangan konsep kedaulatan rakyat yang diatur oleh Pasal 1 ayat (2), (3), Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (2), (3) dan Pasal 28D ayat (1) UU NRI 1945.

Hal ini dikarenakan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU 1945 telah menegaskan kedaulatan yang berada di tangan rakyat itu tidaklah dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia melainkan dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh UUD yakni oleh ketentuan Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 dilakukan oleh partai politik melalui kepersertaannya di pemilu untuk memilih DPR, DPRD dan Presiden serta Wakil Presiden”, kemudian disampaikan “Dengan ditegaskan partai politik pemain utama peserta dalam pemilihan umum maka ketika jumlah suara yang diperoleh telah mencukupi syarat untuk itu maka sudah selayaknya partai politik diberikan peran signifikan untuk menentukan kandidat mana yang akan ditentukan duduk di post jabatan terpilih”.

Baca Juga :  Ketum DPP KNPI Abdul Aziz dan Sekretaris MPI DPP KNPI Dr. Ilyas Indra Bertemu, Bahas Kongres Bersama KNPI

Tidak keliru apa yang disampaikan oleh Prof Ihza mahendra, namun kita semua harus mempertimbangkan segala aspek tidak secara yuridische gedect, secara historical Sistem pemilu dengan proporsiona terbuka yang berlaku saat ini merupakan refleksi terhadap praktek monopoli dalam sistem pemilu yang dijalankan pada masa rezim orde baru atau sebagai trauma penerapan sistem pemilu yaitu sistem proporsional tertutup yang mempunyai banyak sekali kelemahan dalam prakteknya, satu dan yang paling menonjol adalah rezim berkuasa pada masa orde baru menegasikan partisipasi publik yang besar dan menciptakan gap antara rakyat sebagai pemilih dan wakil rakyat, sistem ini proporsional tertutup ini mengandung banyak kelemahan karena akan menciptakan suatu keadaan pasca pemilu sering kali menjadi ajang kekecewaan publik yang tidak bisa disalurkan melalui kritikan sebagaimana yang dirasakan pada saat dan setelah reformasi.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan