Mereka menuduh pemerintah mengabaikan dan menindas penduduk Darfur yang mayoritas etnis Afrika.
Pemerintah Sudan merespon dengan melancarkan kampanye militer yang brutal dan menggunakan milisi pro-pemerintah yang disebut Janjaweed yang terdiri dari etnis Arab.
Kampanye ini menyebabkan pembunuhan massal, pemerkosaan, pembakaran desa, pengusiran paksa, dan kelaparan di kalangan penduduk sipil Darfur.
Konflik di Darfur telah menewaskan lebih dari 300.000 orang dan mengungsikan lebih dari 2,5 juta orang.
Konflik ini juga telah menarik perhatian dan kritik dari komunitas internasional, yang menuduh pemerintah Sudan melakukan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida.
Pada tahun 2009, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Bashir atas tuduhan kejahatan tersebut.
Namun, Bashir menolak untuk menyerahkan diri dan tetap berkuasa hingga tahun 2019.
Di Kordofan Selatan dan Nil Biru, konflik dimulai pada tahun 2011, ketika pasukan SPLA yang berbasis di wilayah-wilayah tersebut menolak untuk bergabung dengan militer Sudan setelah pemisahan Sudan Selatan.
Mereka menuntut otonomi dan perlindungan hak-hak mereka sebagai warga negara Sudan.
Pemerintah Sudan menganggap pasukan SPLA sebagai pemberontak dan melancarkan operasi militer untuk menghentikan mereka.
Operasi ini menyebabkan banyak korban jiwa dan pengungsi di kalangan penduduk sipil yang mayoritas etnis Nuba dan beragama Kristen atau animisme.
Konflik di Kordofan Selatan dan Nil Biru juga terkait dengan sengketa perbatasan dan sumber daya alam dengan Sudan Selatan.
Wilayah-wilayah tersebut berada di sepanjang perbatasan antara kedua negara dan memiliki cadangan minyak bumi yang signifikan.
Konflik Sudan memiliki banyak penyebab yang saling berkaitan, seperti:
– Sejarah penjajahan: Sudan pernah dijajah oleh Inggris dan Mesir selama lebih dari setengah abad.
Penjajahan ini menciptakan ketimpangan politik dan ekonomi antara Sudan Utara dan Sudan Selatan.
Penjajah juga memperkuat perbedaan etnis dan agama antara kedua wilayah dengan menerapkan kebijakan “divide and rule” atau memecah belah.
– Identitas nasional: Sudan adalah negara multi-etnis dan multi-agama yang tidak memiliki identitas nasional yang kuat.
Ada perbedaan antara etnis Arab dan Afrika, antara Muslim dan non-Muslim, antara penduduk pusat dan pinggiran.
Perbedaan-perbedaan ini sering dimanfaatkan oleh elit politik untuk memobilisasi dukungan atau menimbulkan permusuhan.
– Kekuasaan politik: Sudan telah mengalami berbagai rezim otoriter sejak kemerdekaannya.
Rezim-rezim ini cenderung menguasai kekuasaan politik secara sentralistik dan represif.
Mereka juga cenderung memihak kepada kelompok etnis atau agama tertentu dan mengabaikan atau menindas kelompok lain.
– Sumber daya alam: Sudan memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak bumi, emas, tanah pertanian, air sungai Nil, dll.
Namun, sumber daya alam ini tidak didistribusikan secara adil atau efisien. Sebagian besar sumber daya alam berada di wilayah-wilayah pinggiran yang miskin dan terisolasi.
Sementara itu, sebagian besar manfaat dari sumber daya alam dinikmati oleh pemerintah pusat atau kelompok-kelompok tertentu.
Konflik Sudan memiliki dampak yang sangat besar dan buruk, baik bagi negara itu sendiri maupun bagi kawasan dan dunia.
Beberapa dampaknya adalah:
– Krisis kemanusiaan: Konflik Sudan telah menyebabkan jutaan orang meninggal, terluka, mengungsi, atau mengalami kelaparan.
Banyak orang yang tidak memiliki akses ke layanan kesehatan, pendidikan, air bersih, atau perlindungan hukum.
Banyak pula yang menjadi korban kekerasan seksual, penyiksaan, atau perekrutan paksa.
– Ketidakstabilan politik: Konflik Sudan telah menghambat proses demokratisasi dan pembangunan di negara itu.
Banyak institusi politik dan sosial yang lemah atau korup. Banyak pula konflik internal atau sengketa antar kelompok yang tidak terselesaikan.
Banyak pula tantangan untuk membangun negara baru Sudan Selatan yang masih rentan terhadap konflik.
– Ancaman keamanan: Konflik Sudan telah menciptakan kondisi yang rawan terhadap terorisme, perdagangan senjata, perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, dll.
Banyak kelompok radikal atau kriminal yang memanfaatkan situasi konflik untuk melakukan aktivitas mereka.
Banyak pula pengungsi atau migran yang mencari perlindungan atau peluang di negara-negara tetangga atau jauh.
– Kerusakan lingkungan: Konflik Sudan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, seperti pencemaran, penggundulan hutan, erosi tanah, penurunan keanekaragaman hayati, dll.
Banyak sumber daya alam yang dieksploitasi secara tidak berkelanjutan atau disalahgunakan untuk tujuan konflik.
Banyak pula dampak perubahan iklim yang memperburuk situasi konflik.
Itulah sedikir kisah tentang konflik Sudan. Konflik ini merupakan salah satu konflik terlama dan terparah di dunia, yang membutuhkan perhatian dan solusi dari semua pihak yang terlibat.